Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Waspada! Kasus Kanker Usus Buntu Meningkat Tajam pada Generasi Milenial

Waspada! Kasus Kanker Usus Buntu Meningkat Tajam pada Generasi Milenial

Sebuah penelitian terbaru mengungkap fakta mengejutkan bahwa kasus kanker usus buntu mengalami peningkatan drastis pada kalangan dewasa muda, khususnya Generasi X dan Milenial.

 Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of Internal Medicine pada 10 Juni lalu ini menunjukkan tren mengkhawatirkan yang perlu mendapat perhatian serius.

Peningkatan Risiko Hingga Tiga Kali Lipat

Dr. Andreana N. Holowatyj, asisten profesor hematologi dan onkologi di Vanderbilt University Medical Center, yang memimpin penelitian ini mengungkapkan hasil yang mencengangkan. 

"Dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun 1940-an, Generasi X dan Milenial senior memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk didiagnosis kanker usus buntu. Ini sangat mengejutkan bagi kami," ujarnya kepada Healthline.

Meskipun kanker usus buntu masih tergolong sangat langka—hanya menyerang sekitar 1-2 orang per juta penduduk setiap tahunnya—peningkatan ini sejalan dengan tren yang lebih luas dari meningkatnya kasus kanker dini pada generasi muda, termasuk kanker kolorektal.

Dr. Kiran Turaga, kepala onkologi bedah di Yale School of Medicine, membenarkan fenomena ini dari pengalaman praktiknya. "Minggu lalu di klinik, saya melihat pasien berusia 18 dan 20 tahun dengan kanker usus buntu. Ini adalah fenomena nyata yang kami amati," kata Turaga.

Metodologi dan Temuan Penelitian

Tim peneliti menganalisis data dari National Cancer Institute's Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) yang mencakup 4.858 kasus kanker usus buntu pada individu berusia 20 tahun ke atas dari tahun 1975 hingga 2019.

Hasil analisis menunjukkan tren yang mengkhawatirkan: tingkat kejadian kanker usus buntu terus meningkat setiap tahun sejak 1945.

 Mereka yang lahir antara tahun 1975-1985 mengalami peningkatan risiko tiga hingga empat kali lipat dibandingkan generasi yang lahir pada 1940-an.

Yang lebih mengkhawatirkan, peningkatan ini bukan semata-mata karena teknologi pencitraan yang lebih canggih. "Ini bukan hanya fenomena peningkatan deteksi," tegas Turaga. "Melihat besarnya angka ini, dikombinasikan dengan apa yang kami lihat di klinik, saya yakin ini adalah fenomena nyata dari meningkatnya insiden kanker usus buntu, terutama pada dewasa muda."

Faktor Risiko yang Masih Misterius

Para ahli masih belum dapat memastikan penyebab pasti peningkatan kasus ini. Dr. Holowatyj menekankan bahwa kemungkinan besar ada kombinasi berbagai faktor yang berperan, bukan hanya satu penyebab tunggal.

Beberapa hipotesis yang diajukan meliputi:

- Penggunaan antibiotik berlebihan (pada manusia dan hewan)

- Gangguan flora usus (disbiosis)

- Paparan mikroplastik

- Polusi udara

- Konsumsi makanan ultra-proses

- Meningkatnya angka obesitas

- Kurangnya aktivitas fisik

"Sangat menantang untuk mengidentifikasi faktor-faktor spesifik ini. Kami belum sampai pada kesimpulan pasti, namun dengan bukti tambahan, kami berharap dapat memahami faktor apa yang secara spesifik meningkatkan risiko penyakit ini," jelas Holowatyj.

Gejala yang Perlu Diwaspadai

Dr. Yun Song dari MD Anderson Cancer Center menekankan pentingnya kesadaran akan gejala kanker usus buntu, mengingat belum ada metode skrining standar untuk penyakit ini.

Bahkan kolonoskopi, yang dianggap sebagai standar emas untuk skrining kanker usus besar, bisa melewatkan kanker usus buntu.

Gejala umum yang perlu diwaspadai meliputi:

- Nyeri perut yang tidak kunjung hilang

- Perut kembung atau ukuran perut yang membesar

- Adanya benjolan di perut

- Mual dan muntah

- Cepat merasa kenyang saat makan

- Penurunan berat badan tanpa sebab

- Ketidaknyamanan perut yang terus-menerus

"Pada wanita, kanker usus buntu sering disalahartikan sebagai masalah ginekologi," tambah Song. Ia menyarankan untuk segera mencari pertolongan medis jika mengalami gejala-gejala tersebut, terutama jika berlangsung dalam waktu lama.

Pentingnya Kewaspadaan Tanpa Kepanikan

Meski tren peningkatan ini mengkhawatirkan, penting untuk diingat bahwa kanker usus buntu masih tergolong sangat langka. "Tidak setiap gejala perut berarti Anda memiliki kanker usus buntu," tegas Song. 

Namun, ia menekankan pentingnya mengetahui riwayat kesehatan keluarga, karena memiliki beberapa anggota keluarga dengan kanker dapat meningkatkan risiko.

Temuan penelitian ini menjadi peringatan bagi generasi muda untuk lebih memperhatikan kesehatan mereka dan tidak mengabaikan gejala-gejala yang mungkin tampak sepele. 

Dengan kesadaran yang lebih tinggi dan deteksi dini, diharapkan dampak dari tren peningkatan kanker pada generasi muda ini dapat diminimalisir.

Source: healthline.com